5 Jurus Bikin Post Medsos Berkualitas

the-egosystem

pic from wronghands1


Cablak adalah gaya khas gue. My signature style. Mengatakan apa yang dirasakan atau pikirkan secara serta merta sudah 30 tahun lebih gue lakukan. Yah, seperti pedang bermata dua, kata-kata gue ini bisa menjadi berguna sekaligus mampu menghadirkan musuh atau memutuskan hubungan.

Teringat masa-masa “kejayaan” cuitan gue di Twitter, dimana gue bener-bener memanfaatkan 140 karakter jatah cuitan semaksimal mungkin. Kebanyakan isinya omongan ngasal, absurd, nggak penting, nyinyir, pokoknya ngaco!

Entah kenapa, setelah mempunyai anak, gue seperti mendapatkan pengingat untuk menahan jempol mengucapkan sesuatu yang ancur minah di media sosial. Nggak sepenuhnya berhenti sih, tapi gue membatasi diri, hanya berucap nyablak di forum-forum tertentu aja. Sempet berpikir, gimana ya suatu hari nanti Aryo Nara baca segala track record gue di dunia maya dan nemuin posts gue yang bikin mereka malu?

Hari ini, gue pun gemes setelah membaca salah satu share temen di Facebook. Gue nggak sebel sama temen gue itu, tapi ke si empunya akun yang ditampilin di share itu. Seorang cewek, beragama sama dengan gue, masih muda, tapi…. doi berhasil membuat gue malu seketika. Malu sebagai cewek, sebagai muslimah berhijab, sebagai orang Indonesia, dan sebagai emak-emak pemakai Facebook. Isi wall doi jauh dari sopan, bermutu, penuh kebencian, isinya jauh dari manfaat. Errrrr….gue jadi mikir, ini orang beneran nggak ada kerjaan atau ini akun palsu bikinan oknum-oknum penebar kebencian yak?

Sebenernya, nggak cuma si oknum (sebut saja) Inem ini. Ada beberapa wanita lain, di antaranya friends di Facebook yang bikin gue geleng-geleng kepala. Gue sejujurnya nggak mau menghakimi mereka ya, namanya kebebasan berpendapat di ranah media sosial, sah-sah aja mau ngomong apa. Kalo nggak suka tinggal unfriendblock, atau delete. Cuma, rasanya kok nggak afdol kalo uneg-uneg ini disimpen sendiri. Secara jerawat udah terlalu banyak bermunculan di muka minggu ini #eh #jadicurcol

Okelah, supaya gue nggak terlalu tajem nge-lambe-in para komentatorwati ini, gue sampein isi hati gue lewat listicle yang hits saat ini, deh.

So, wahai emak-emak dan ciwik-ciwik yang punya media sosial, yuks bikin kualitas post dan jatidiri maya mengkilap dengan 5 cara ini.

1. Pahami tata cara posting yang nyaman dibaca
Ngacung deh, siapa yang paling sebel sama post yang ditulis dengan huruf kapital semua? In case you didn’t know, tulisan huruf kapital semua ini dibaca seperti lo lagi berteriak ke pembaca. Nggak sopan dong, Joniiii. Ini kan pembaca medsos, bukan lagi manggil tukang sate yang terlanjur kelewat dan udah mau belok di ujung gang.
Beberapa detail yang juga mengganggu adalah kalo lo pake tanda koma beberapa kali sebagai pengganti titik dalam kalimat dan penulisan singkatan yang nggak umum (di sini gue masih gagal paham, gimana bisa “x” bisa berarti “-nya”??? #lieuraing)
Asliiii, gue berasa biduran sebadan-badan pas baca post semacam ini di sebuah FB group :

bund,,,ankq pns bdnx dr semlm,, gmn ych bund bs smbh,,tpi q g mw k dktr,,

Sherlock Holmes aja mendingan baca Sandi Boneka Menari setebel kitab KUHP daripada nerjemahin bahasa planet emak gawl abad 21 itu #tempelkoyo
Aku, saya, gue, eike, ogut, apalah kata yang jelas artinya ketika dibaca. Nggak semua orang punya waktu, kemampuan, dan kesabaran buat baca sandi-sandi yang cuma lo ngerti sendiri. Hargai jerih payah para guru Bahasa Indonesia yang udah capek-capek berusaha ngajarin, gimana baca-tulis yang bisa dimengerti oleh rakyat Indonesia sebangsa-setanah air.
Nggak perlu pake bahasa Indonesia EYD atau berbunga-bunga ala karya sastra, kalo emang bukan forumnya. Yang penting, pakailah kata-kata yang umum dipahami, dengan format yang mudah dibaca.

2. Selipkan emoji atau emotikon untuk mendukung emosi yang sesuai
Bahasa tertulis seringkali ditanggapi atau dibaca berbeda secara lisan. Pemenggalan atau cara baca yang berbeda-beda dapat menimbulkan reaksi berbeda pula. Itulah mengapa diciptakan emoji atau emotikon, sebagai penanda emosi dalam post. Namun, bukan berarti bisa ditambahkan seenak jidat, karena kembali lagi, prinsip utama adalah cukup dan sesuai. Coba buka list emotikon yang umum digunakan, karena di beberapa medsos populer, emotikon-emotikon ini ketika diketik manual akan menghasilkan emotikon default yang sudah disetting sedemikian rupa sehingga enak dilihat. Satu atau dua ikon smiley jauh lebih menyenangkan ketimbang emotikon aneka karakter campur aduk yang dulu pernah happening dipake di Blackberry Messenger (BBM).

3. Cari sumber yang terpercaya
Ini adalah wajib hukumnya kalo nggak mau dituding sebagai penyebar hoax. Terpercaya bukan cuma dilihat dari banyaknya hitsviewers atau page rank. Coba pake otak dan hati nurani sebagai filter. Layak nggak sih informasi ini dibagikan? Apa manfaatnya buat orang lain? Apa dampaknya buat diri lo sendiri?
Patokan ini yang sekarang sering jadi isi nurani gue sebelum post sesuatu di medsos akhir-akhir ini. Termasuk ketika gue mau buar artikel, gue mencoba mencari sumber-sumber yang linknya gue tautkan sekalian supaya pembaca bisa baca sumber-sumber itu secara langsung. Apalagi kalo isu-isu sensitif seperti politik, religi, opini, rawan banget multi-interpretasi bahkan seringnya misinterpretasi. Kalo emang lo nggak menguasai topik itu, dalam artian, nggak mengalami langsung atau memiliki ilmunya, mending simpen aja di dalam hati, daripada nanti malah membuat percikan-percikan perusak kedamaian.

4. Berkomentarlah di tempat yang sesuai
Selain post berupa status dan mini artikel, yang juga suka bikin polemik adalah comments. Mulai dari yang nggak nyambung (iklan pembesar pay*d*r* dan peninggi badannya kakaaak!), disampaikan dengan nada menebar kebencian  alias gagal membungkus kritik dengan cerdas, atau yang males “manjat” atau baca komentar-komentar sebelumnya trus nanyain hal yang sama sampe berulang-ulang (kaset rusak mode on). Kembali lagi, banyak orang berusaha untuk tampil smart, tetapi malah blunder karena komentar yang tidak pada tempatnya. Mau contoh?
Sebut saja Nona Religius, kerap menebarkan ayat-ayat suci di statusnya. Suatu hari, ketahuan memberi komentar di sebuah akun Instagram pergosipan artis. Komentarnya? Ya itu, potongan ayat suci. Reaksi pertama gue? Lah, doi followersnya akun hocip nyinyir itu juga dong. Padahal akun hocip itu digembok alias nggak bisa asal follow. JENGJENGGGG!! Menurut lo gimaneeee? Kontradiktif kan, Maliiih? Ngapain juga lo ikutan memantau akun begitu, kalo emang lo punya positioning yang berlawanan dalam citra dunia maya lo? *minum air dulu segelas saking gemesnyaaa*
Ehem, jadi yaaaa, ada baiknya kita selektif mau naruh komentar dimana dan isi komentar yang wajar-wajar aja laaaah. Gue pribadi, terkadang suka milih untuk let it go aja sama beberapa posts yang menurut pandangan gue, percuma juga dikomenin kalo si penulis tipe bebal yang pasti ngeles. Mending energi gue buat jalan ke depan kompleks jajan seblak atau cilok, dah!

5. Pelihara hal-hal positif untuk bikin lo ikutan positif
Ini dia tembakan pamungkasnya. Lo bisa jadi orang baik kalo lo sering gabung sama orang-orang baik. Nggak salah kok, kalo lo “memutuskan silaturahmi maya” alias menyingkirkan orang-orang yang membawa aura negatif di akun medsos lo. Daripada ntar jadi dosa karena sebel nggak berkesudahan. Gabung sama komunitas yang bener-bener mendukung secara baik (bukan komunitas pamer-pameran atau kompetitif nggak jelas ya), misalnya komunitas penulis, penggerak kegiatan sosial, penggiat hobi, juga bisa bikin kita nambah ilmu dan jejaring yang berguna, sehingga kita pun termotivasi buat sharing hal-hal positif dan bermanfaat. Biarkan orang-orang penebar kebencian dan pengotor wall lo itu bergabung sama cewek-cewek matre. Ke laut aje!

Tips-tips ini gue tulis berdasarkan pengalaman pribadi. Gue sempet baca juga beberapa artikel tentang etika menggunakan media sosial, kebanyakan mengarah kepada pencitraan yang akan muncul untuk urusan pekerjaan dan dunia profesional.

So, ladies and girls out there, gunakan media sosial lo dengan bijak, asyik, dan bermanfaat. Jangan bawa kelakuan emak-emak penggosip nyinyir yang kosong isinya, dari kerumunan di tukang sayur ke ranah media sosial. Di tangan kita, ada masa depan generasi penerus Indonesia, lho! Ya kali, mau negara tercinta ini dipenuhi anak-anak alay yang nggak ngerti tata krama dan menenggelamkan negeri dengan aksi tak berarti.

Apa yang udah lo lakukan untuk menjadikan lo bermanfaat dengan media sosial lo? Share ke gue yaaa, buat nambah motivasi 🙂

 

#ODOP99days2017 #week1 #post2

 

12 thoughts on “5 Jurus Bikin Post Medsos Berkualitas

  1. Hehe aku juga suka gaya nulis Bund Winda yg nyablak nyablaak, yoiii gokiiil meeen! Hahah

    Ini juga berlaku bukan cuma ladies and girls niih, kaum lelaki juga.. Apalagi di media berita online,komennya mesti berantem mulu @.@

  2. ahahaha (salaman dulu biar gak slek) setuju :))
    tentang emoji, kadang ku suka bingung apakah ada HP yang emoji ini = 😥 tertukar sama emoji ini = :’))
    soale ada yang suka ngomenin berita buruk dengan emoji ketawa terbahak bahak :)) WHYY?? (baca dengan nada lebih tinggi)

    apa ya yang udah kulakukan? kasih info tempat seru di IG mungkin? eh tapi gak sering juga sih. ah entahlah.. (kembali buka akun gosip di IG) heyaaa~

    • Salim duluuuu, sekalian tepuk antimo 😀

      Yang masih gagap emoji manual biasanya nggak kenal MIRC huahahaha..
      Ganggu bgt yaaa itu emot salah tempat.

      Akun hocip di IG itu guilty pleasure yaaa. Etapi gue lebih suka buka akun meme atau rahasiagadis #ups

      Apa ciiih IGnya Kak Tasha? Mau dong follow hehe…

      • ((tepuk antimo))
        aku mainnya Mie Mie Mie Mie, mie atas mie bawah kak. :))
        aku follow akun hocip itu dari akun lain :))) Follow yaaa, @anastashaa
        nanti kufolbek. #FollowForFollow #LikeForLike

      • Kakaaak, maaf replynya super telaaat. Udah kufollow ya di IG. Gemesss liat foto2nya neng K :*

        BTW ampuuun itu tepok Mie hahahaha, langsung berasa putih merah lagi seragamku kaaak LMAO

    • Tergantung penggunanya juga sih. Tapi emang bener, medsos itu intinya pencitraan. Membiarkan dunia mengetahui dan memberikan reaksi sama kita, dimana kita nggam bisa kontrol reaksi-reaksi itu, cuma bisa menyaringnya 🙂

  3. Bung Toro, setuju bgt etika medsos ini perlu dilakuin sama semua pengguna medsos, terlepas dari umur, gender, ataupun status HP (lunas atau masih nyicil) 😀

    Semoga cablakan ini nggak bikin gue disamperin emak2 di tukang sayur wakakakak…

Leave a reply to shantydarifin Cancel reply